Penyakit Bell’s Palsy
Bell’s palsy merupakan penyakit kelumpuhan saraf pada wajah yang diakibatkan oleh pembengkakan dan peradangan saraf bagian sisi wajah. Penyakit bell’s palsy mengakibatkan adanya perubahan pada salah satu sisi wajah, biasanya sisi wajah yang terserang bell’s palsy kulitnya terlihat menurun ke bawah. Penyakit bell’s palsy dapat menyerang siapa saja, terutama pada orang yang telah berumur 15 sampai 45 tahun.
Gejala Bell’s Palsy
Gejala Bell’s palsy dapat bervariasi pada setiap orang dan dapat bersifat ringan atau berat. Gejala Bell’s palsy juga datang secara tiba-tiba. Tanda paling umum pada penderita Bell’s palsy adalah kelumpuhan di salah satu sisi wajah yang muncul secara mendadak. Kelumpuhan ini dapat berlangsung dalam 2 minggu hingga 6 bulan dan biasanya tidak permanen. Pada kasus yang jarang terjadi, kelumpuhan dapat terjadi di kedua sisi wajah.
Kelumpuhan wajah ini akan tampak dalam:
- Perubahan bentuk wajah
- Salah satu sisi wajah tampak melorot
- Sulit tersenyum
- Sulit menutup mata.
Selain perubahan bentuk wajah, gejala lain juga dapat dirasakan oleh penderita, yaitu:
- Rasa nyeri di sekitar rahang dan belakang telinga pada sisi yang mengalami kelumpuhan
- Sakit kepala
- Penurunan kemampuan mengecap rasa
- Mata kering
- Otot wajah berkedut
- Air liur yang menetes (mengiler)
- Telinga berdenging atau tinnitus
- Sensitif terhadap suara.
Penyebab Bell’s Palsy
Bell’s palsy terjadi ketika saraf yang mengendalikan otot wajah mengalami peradangan. Peradangan tersebut menyebabkan sarat terhimpit sebagian atau seluruhnya sehingga otot yang tersambung dengan saraf juga berhenti bekerja. Kondisi inilah yang membuat otot wajah lumpuh.
Penyebab peradangan saraf tersebut belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini diduga terjadi akibat infeksi virus, seperti:
- Virus herpes simplex
- Virus varicella zoster
- Cytomegalovirus
Selain infeksi virus, ada beberapa penyakit lain yang diduga dapat memicu Bell’s Palsy, yaitu infeksi telinga tengah, sarkoidosis, tumor pada kelenjar ludah, hipertensi (tekanan darah tinggi), atau diabetes.
Faktor Risiko Bell’s Palsy
Bell’s palsy dapat terjadi pada siapa saja. Akan tetapi, terdapat sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami kondisi ini, yaitu:
- Berusia 15–60 tahun
- Menderita penyakit autoimun, seperti myasthenia gravis
- Sedang hamil, terutama pada trimester ketiga
- Menderita infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), seperti flu
- Memiliki anggota keluarga yang menderita Bell’s palsy
- Menderita obesitas
- Menderita infeksi virus, seperti COVID-19
- Mendapatkan vaksinasi untuk COVID-19
- Menderita diabetes
- Menderita tekanan darah tinggi
- Menderita dislipidemia, yaitu kondisi ketika kadar lemak dalam darah meningkat
- Terpapar udara dingin
- Terpapar radiasi
- Mengalami preeklamsia yang parah.
Diagnosis Bell’s Palsy
Untuk mendiagnosis Bell’s palsy, pihak medis akan melakukan tanya jawab mengenai gejala yang dialami pasien, termasuk kapan gejala tersebut muncul pada pasien. Setelah itu, pihak medis akan melakukan pemeriksaan fisik pada kondisi wajah pasien.
Pihak medis akan meminta pasien melakukan beberapa gerakan, seperti menutup mata, mengangkat alis, atau mengernyitkan kening untuk mendeteksi kelumpuhan saraf wajah. Guna memastikan penyebabnya, pihak medis juga dapat melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan, seperti:
- Elektromiografi (EMG), untuk mendeteksi adanya kerusakan saraf
- MRI dan CT scan, untuk memastikan tidak ada kelainan pada otak
- Tes darah, untuk mengetahui adanya penyakit lain yang memicu terjadinya Bell’s palsy, seperti diabetes atau penyakit Lyme.
Penanganan Bell’s Palsy
Pengobatan Bell’s palsy tergantung kepada tingkat keparahannya. Penderita yang mengalami gejala ringan biasanya tidak membutuhkan pengobatan khusus. Sementara pada penderita dengan gejala parah, penanganan akan dilakukan untuk mempercepat proses kesembuhan dan mencegah komplikasi.
Beberapa metode pengobatan Bell’s palsy yang dapat dilakukan adalah:
1. Obat-obatan
Berikut ini adalah obat-obatan yang biasanya diberikan untuk penanganan Bell’s palsy:
- Obat kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan untuk meredakan peradangan pada saraf wajah. Obat ini akan lebih efektif apabila diberikan saat gejala baru terjadi selama beberapa hari. Contoh obat kortikosteroid adalah methylprednisolone. - Obat antivirus
Obat antivirus diberikan untuk mengatasi Bell’s palsy akibat infeksi virus. Obat ini biasanya dikombinasikan kortikosteroid. Contoh obat antivirus adalah acyclovir dan valacyclovir. - Obat pereda nyeri
Obat ini diberikan untuk meredakan nyeri yang muncul. Contoh obat-obatan pereda nyeri adalah paracetamol dan ibuprofen.
2. Terapi dan Tindakan
Penderita dengan gejala ringan umumnya membutuhkan waktu pemulihan 2 minggu sampai 6 bulan. Namun, pada beberapa kasus, proses penyembuhan bisa memakan waktu yang lebih lama. Untuk mempercepat kembalinya fungsi saraf dan otot wajah, ada beberapa perawatan lain yang dapat dilakukan, misalnya fisioterapi.
Selain itu, pihak medis juga dapat memberikan suntik botox bila penderita yang mengalami ketegangan pada salah satu otot wajah. Botox akan disuntikkan langsung pada otot yang tegang tersebut.
3. Operasi
Meski jarang, operasi dapat dilakukan untuk memperbaiki gangguan pada saraf wajah yang telah terjadi dalam jangka panjang. Operasi bisa mengembalikan wajah ke posisi normal dan lebih simetris.
4. Perawatan mandiri di rumah
Selain diatasi dengan beberapa metode di atas, pasien dapat melakukan beberapa perawatan mandiri guna mempercepat proses penyembuhan serta mencegah terjadinya komplikasi, yaitu:
- Gunakan obat tetes mata di siang hari.
- Gunakan salep mata di malam hari.
- Gunakan perekat atau penutup mata saat tidur.
- Gunakan pelindung mata atau kacamata.
- Minum dengan sedotan agar air tidak menetes.
- Istirahat yang cukup.
Komplikasi Bell’s Palsy
Penderita Bell’s palsy yang mendapatkan penanganan umumnya tidak mengalami komplikasi. Meski demikian, Bell’s palsy yang parah dapat menimbulkan beberapa komplikasi berikut:
- Kerusakan permanen pada saraf wajah
- Gerakan otot yang tidak disengaja
- Kehilangan penglihatan sebagian atau seluruhnya
- Luka pada kornea mata (ulkus kornea)
- Kehilangan kemampuan mengecap rasa
- Gangguan bicara.
Pencegahan Bell’s Palsy
Bell’s palsy tidak bisa dicegah. Namun, Anda dapat menurunkan risiko terjadinya kondisi ini dengan melakukan upaya-upaya berikut:
- Mengontrol penyakit yang dapat menyebabkan Bell’s palsy, seperti diabetes dan hipertensi
- Menghindari paparan udara dingin yang berlebihan
- Menurunkan berat badan atau menjaga berat badan agar tetap ideal.