Penyakit Roseola
Roseola atau juga biasa dikenal dengan sebutan eksantema subitum atau roseloa infantum merupakan salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi virus herpes. Umumnya penyakit ini meyerang anak anak diusia belia antara usia 6 bulan hingga 2 tahun. Meskipun cukup jarang menyerang anak diusia 4 tahun keatas namun tetap ada kemungkinan bagi remaja bahkan yang sudah dewasa untuk terkena jenis penyakit kulit ini.
Alasan mengapa orang yang sudah dewasa memiliki kemungkinan lebih sedikit untuk terkena penyakit ini karena sistem imun pada orang dewasa sudah cukup kuat guna melawan serangan virus penyebab dari roseloa, disisi lain anak-anak sangat lebih rentan terhadap virus tersebut.
Gejala Roseola
Setelah virus berinkubasi di dalam tubuh dalam waktu sekitar 1 sampai 2 minggu, pengidap mulai akan merasakan munculnya gejala, di antaranya:
- Demam tinggi
- Batuk disertai pilek
- Nyeri pada tenggorokan
- Nafsu makan berkurang
- Pembengkakan kelenjar getah bening di leher
- Diare ringan
- Pembengkakan pada kelopak mata
- Setelah demam mereda, pengidap roseola selanjutnya akan menunjukkan gejala berupa munculnya ruam berwarna merah muda pada bagian punggung, perut dan dada.
Ada dua jenis virus yang umumnya menjadi penyebab seorang anak terkena penyakit roseloa adalah HHV-6 atau human herpesvirus-6 dan HHV-7 atau human herpesvirus-7 namun yang lebih sering yaitu HHV-6.
Penyebab Roseola
Roseola disebabkan oleh virus Human Herpesvirus tipe 6 (HHV-6) atau Human Herpesvirus tipe 7 (HHV-7). Meski sama-sama dari golongan virus herpes, HHV-6 dan HHV-7 tidak sama dengan jenis virus herpes yang menyebabkan penyakit menular seksual.
Penularan virus ini dapat terjadi bila seseorang tidak sengaja menghirup percikan air liur penderita saat bersin atau batuk. Penyakit ini juga bisa menular secara tidak langsung melalui perantaraan benda yang sudah terkontaminasi oleh virus, misalnya ketika berbagi pakai barang, seperti gelas minuman, dengan penderita roseola.
Roseola juga dapat menular walaupun penderitanya tidak menunjukkan gejala ruam atau diketahui hanya mengalami demam. Meski demikian, penularan roseola tidak secepat infeksi virus lain dan jarang menyebabkan penyakit yang mewabah, seperti cacar air atau campak.
Diagnosis Roseola
Pihak medis akan menanyakan keluhan yang dialami, serta riwayat kesehatan pada pasien dan keluarga. Selanjutnya, medis akan melakukan pemeriksaan, termasuk dengan mengukur suhu tubuh dan memeriksa ruam di kulit.
Jika pasien mengalami demam, medis mungkin akan menyarankan pemeriksaan lanjutan, seperti tes darah untuk mengidentifikasi penyebab demam. Namun, pada sebagian besar kasus, roseola dapat didiagnosis melalui tanya jawab dan pemeriksaan fisik oleh medis.
Penanganan Roseola
Pada umumnya, roseola bukan penyakit yang berbahaya dan tidak membutuhkan pengobatan khusus. Penderita dapat pulih dengan perawatan mandiri di rumah, yaitu dengan:
- Beristirahat yang cukup
- Minum air putih yang cukup
- Mengompres kening dengan kain yang dicelupkan ke air hangat untuk menurunkan demam
Selain itu, untuk meredakan demam dan nyeri yang dialami anak, Anda dapat memberikan paracetamol atau ibuprofen sesuai dosis yang tercantum di kemasan obat. Namun, jika Anda ragu atau anak tidak dapat minum obat, berkonsultasilah dengan medis untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Komplikasi Roseola
Roseola biasanya pulih dengan sendirinya dan jarang menimbulkan komplikasi. Namun, pada beberapa kasus, roseola bisa meningkatkan risiko terjadinya infeksi telinga atau kejang demam.
Sedangkan pada anak dengan daya tahan tubuh yang lemah, misalnya anak dengan gizi buruk atau yang baru menerima transplantasi organ, dapat terjadi komplikasi serius, seperti radang otak, meningitis, dan pneumonia.
Pencegahan Roseola
Hingga saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat mencegah roseola. Oleh sebab itu, langkah terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan mencegah penularannya. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah:
- Menghindari kontak dengan penderita roseola
- Menerapkan etika batuk dan bersin yang baik
- Tidak keluar rumah jika sedang sakit
- Rajin mencuci tangan dengan sabun
- Menghindari berbagi penggunaan peralatan pribadi dengan orang lain
- Rutin membersihkan permukaan benda yang sering disentuh, seperti pegangan pintu, mainan anak, atau remote televisi.